Sabtu, 22 Juli 2006 (Terbit di AP Post)
Reformasi Gerbang Revolusi
Oleh : SUTAMI
KEMATIAN pahlawan reformasi terjadi delapan tahun silam. Tepatnya 12 Mei 1998 delapan hari menjelang peringatan Hari Kebangkitan Nasional dan sembilan hari menjelang runtuhnya kepemimpinan dictator terkejam Indonesia Soeharto. Tanpa terasa waktu yang begitu bersejarah bagi perubahan bangsa Indonesia telah terlewatkan bersama oleh seluruh elemen bangsa Indonesia.
Peranan dari mahasiswa dalam membuat sejarah negeri selalu menjadi landasan awal bagi sebuah perubahan. Dengan jiwa muda keidealisan estafet kepemimpinan dan keberlangsungan negeri Indonesia dapat termanufaktur hingga sekarang. Partisipasi aktif dalam menciptakan perubahan mulai dari Budi Utomo, penurunan Orde Lama tahun '66, kasus Malari , hingga reformasi 1998 pergulatan intelektual dalam melawan segala kepemimpinan yang tiran.
Kehidupan zaman terus mengalir deras tanpa dapat ditahan lajunya arus zaman Reformasi bergulir adalah tanda kemenangan rakyat terhadap kekejaman pemerintah Orde Baru dalam kehidupan bernegara, berbangsa, berpolitik, bahkan berpikir. Pergantian struktur pemerintahan pasca reformasi hingga sekarang, roh yang ditampilkan seolah jiwa feodal patrilinialistik masih menjadi primadona. Pengampunan berdasarkan alasan kesehatan dilakukan sewaktu moment sewindu reformasi sedang menggelinding. Prosesi penegakan hukum yang tebang pilih, pada pemerintahan sekarang sangat jelas tampak dipermukaan.
Rakyat Indonesia masih diselimut krisis kesejahteraan. Kontras memang, penguras keuangan negara, para debitur BLBI bebas dari jeratan hukum dan nyelonong menerobos istana melalui mediasi komandan tertinggi polisi. Sepertinya Indonesia sekarang seperti negara rimba. Segala kekuasaan difokuskan melalui kekuatan-kekuatan tangan para penguasa, hukum berjalan layaknya seperti sebuah pisau. Pisau akan mempunyai power atau kekuatan sangat luar biasa untuk mengiris benda yang berada dibawah, sedang mata pisau bagian atas membuat pisau seperti tidak mempunyai fungsi untuk mengiris. Jadi hukum di Indonesia berjalan dengan filosofi hukum mata pisau.
Sudah selayaknya sebagai rakyat Indonesia yang cinta akan kebenaran, segala tulisan dalam pembukaan UUD'45 kita tuntut realisasinya. Jadi persepsi berbagai kalangan selama ini bahwasanya setiap jeritan tuntutan harus dibubuhi solusi adalah sebuah paradigma pemikiran yang kolot, sebab para aparatur negara diberi uang bukan untuk menampung solusi melainkan bekerja sesuai kaidah yang berlaku demi kesejahteraan serta kemakmuran rakyat.
Agar semangat roh perjuangan reformasi tetap menggema dalam sanubari rakyat, jangan sekali-kali menggunakan jalan kompromi untuk setiap kebijakan-kebijakan yang dibuat melenceng dari semangat reformasi, melanggar hukum serta mengkhianati rakyat demi kepentingan kelompok, pribadi atau lainnya wajib kita lawan dengan dengungan power people.
Keadilan untuk rakyat dimasa pemerintahan SBY yang naik tahta hasil dari kue-kue reformasi pada pemilihan presiden secara langsung 2004 silam sangat jauh panggang dari api. Bayangkan setiap bayi terlahir dibumi Indonesia langsung disuguhi fenomema hutang yang harus tanggung si bayi polos tak berdosa hanya untuk menebus kesalahan penguasa dalam pemenuhan hasrat keserakahan.
Perjuangan para pejuang kemerdekaan Indonesia sepertinya hambar oleh anak cucu sendiri. Masalah kebangsaan hingga hampir seabad kebangkitan nasional dan sewindu reformasi masih belum menampakkan sinar kecerahan menuju perbaikan segala sistem yang ada. Pusing mungkin kepala-kepala pejuang bangsa. Terutama pejuang mahasiswa yang gugur dalam mencetuskan reformasi. Kue-kue reformasi ternyata mereka suguhkan bukan untuk rakyat sekalian semesta, namun untuk oknum yang berlindung dengan nama reformasi.
Prosesi pengawalan reformasi oleh mahasiswa dikala sekarang sepertinya penuh kecurigaan dari pihak aparat. Banyaknya kasus bentrok polisi dengan mahasisiwa menandakan struktur pemerintahan belum menjadi bagian dari sejarah. Keengganan keterbukaan dengan public menjadikan pemerintah telah menciptakan sistem kasta dalam tatanan kehidupan. Rakyat menjadi kaum termarjinalkan oleh sistem yang diciptakan. Kegagahan aparat menjaga kantor tempat berlindung kaum-kaum penindas rakyat selama ini, tampaknya sebuah profesi yang digeluti tidak sesuai dengan cita-cita awal. Belum pernah terdengar aparat menghadang presiden SBY memasuki istana karena menaikkan harga BBM atau menghadang jaksa agung yang mengumumkan sebuah pengkhianatan reformasi untuk mengampuni Soeharto.
Kejelasan akan nasib bangsa sekarang masih samara-samar. Apakah akan kegerbang demokrasi atau militerisme. Persatuan dari semua kalangan yang cinta akan Indonesia sepatutnya bergandengan tangan berpikir dengan penuh bijaksana menselaraskan segala keniscayaan pemerintah. Perubahan menuntut perjuangan, pengorbanan, dan bukan omongan. Di zaman sekarang dituntut eksistensi peran dari kaum intelektual muda untuk segera merealisaikannya. Di tangan mahasiswa tergenggam arah bangsa yang selaras dengan harapan pendiri bangsa. Posisi strategis dari mahasiswa terkadang ternoda oknum mahasisiwa sendiri.
Sebagaimana pada hari sekarang tidak ada peran yang dimainkan untuk menghadapi prosesi bangsa. Mungkin terlalu nikmat bermain kompromi tingkat tinggi sehingga roh perjuangan identitas mahasiswa berganti menjadi pundit-pundi uang. Selalu mencari posisi aman, menjadi pahlawan kesiangan sepertinya penyakit akut yang mewabahi orgasnisasi mahasiswa berskala besar.
Memang telah terjadi sebuah patologi dalam diri bangsa sekarang ini. Karena begitu akutnya diperlukan penyembuhan melalui terapi yang sangat mahal. Untuk mengubah penindasan-penindasan menjadi berkah kecerian harus menguatkan ideology diri untuk menghadapi segala macam hadangan bahkan cemoohan.
Di Perancis untuk mengubah tatanan kehidupan bernegara tidak mengenal reformasi menurut sejarah yang kita pelajari, namun "revolusi" yang dilakukan agar kesewenangan dapat dihukum menggunakan pengadilan rakyat yang sangat ideal untuk mengadili penjahat bangsa untuk bangsa sendiri.
Gaung-gaung revolusi mulai kala sekarang telah menampakkan arah. Kepanasan dan kegerahan bernegara selalu dirasakan oleh kaum proletar yang mengharapakan kesejahteraan. Semoga dengan semangat reformasi yang telah berusia sewindu lamanya makin memperkuat khoiroh perjuangan ideologi bangsa menuju sebuah agenda yang perlu dirintis bersama dengan segera melaksanakan revolusi.**